Tuesday, October 16, 2012

" MENJAGA KEBERSIHAN HATI "


  • Error loading feed data.

Sikap Wara’ Menjaga Kebersihan Hati

Kompleks makam Syaikh Abu Yazid Al-Bistami
Kompleks makam Syaikh Abu Yazid Al-Bistami di kota Bistam, Provinsi Semnan, Iran. Sebelum meninggal dan dimakamkan di Bistam, Syaikh Abu Yazid beberapa kali meninggalkan kota tersebut karena tekanan dan permusuhan dari pihak yang menganggap tasawufnya menyimpang.

Syaikh Abu Yazid Al-Bistami dikenal sebagai orang yang menjaga dirinya dengan sikap wara’. Sesuai riwayat Al-Bazzar dari Hudzaifah bin Al-Yaman, Rasulullah SAW bersabda, “Keutamaan ilmu itu lebih baik dari keutamaan ibadah dan cara terbaik untuk menjaga agamamu adalah bersikap wara’.”
Sikap wara‘ salah satunya dicontohkan oleh Rasulullah SAW dalam hadist yang diriwayatkan oleh Anas RA, “Aku pergi kepada keluargaku, lalu mendapatkan sebiji buah yang terbuang di atas ranjangku, maka aku mengambilnya untuk memakannya, kemudian aku khawatir kalau dia berasal dari buah yang disedekahkan maka akupun membuangnya.”
Dalam kitab Shahih Bukhari dari Aisyah RA diriwayatkan pula bahwa Abu Bakar pernah memuntahkan makanan yang diberikan oleh pembantunya. Hal tersebut beliau lakukan setelah pembantunya memberitahu bahwa makanan tersebut berasal dari upah yang didapatkannya dari hasil meramal seseorang ketika jaman jahiliyah. Padahal pembantunya bukanlah peramal yang baik. Hanya saja ia berhasil menipunya.
Sikap wara’ seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW dan Abu Bakar RA diatas mempunyai banyak keutamaan. Karena itu, Rasululah SAW dalam hadis yang diriwayatkan Imam al-Tirmidzi memerintahkan kepada Abu Hurayrah untuk bersikap wara’, sebab wara’ akan menjadikannya sebagai orang yang paling ahli dalam beribadah.

Apa sebenarnya pengertian dari wara'?

Wara’menurut kebahasaan mengandung arti menjauhi dosa, lemah, lunak hati, dan penakut. Para sufi memberikan definisi yang beragam tentang wara’ berdasarkan pengalaman dan pemahaman masing-masing. Ibrahim ibn Adham (w 160 H/777) mengatakan bahwa wara’ adalah meninggalkan syubhat (sesuatu yang meragukan) dan meninggalkan sesuau yang tidak berguna. Pengertian serupa juga dikemukakan Yunus ibn Ubayd, hanya saja ia menambahkan dengan adanya muhasabah (koreksi terhadap diri sendiri setiap waktu).
Imam al-Bukhari mengutip perkataan Hasan bin Abu Sinan rahimahullah: 'Tidak ada sesuatu yang lebih mudah dari pada sifat wara':
"Tinggalkanlah sesuatu yang meragukanmu kepada sesuatu yang tidak meragukanmu." Ibn al-Qayyim al-Jawziyah menarik kesimpulan bahwa wara’ adalah membersihkan kotoran hati, sebagaimana air membersihkan kotoran dan najis pakaian.
Karena sikap wara' terkait dengan kebersihan hati, para pengamal Tarekat Naqsyabandiyah Al-Khalidiyah YPDKY hanya mengkonsumsi makanan yang jelas sumber dan kehalalannya dalam kegiatan i'tikaf. Makanan diolah dalam keadaan wudhu dengan senantiasa mengingat Allah. Bahkan makanan berupa daging yang dikonsumsi dalam i’tikaf berasal dari sapi atau kambing yang disembelih sendiri oleh panitia i'tikaf. Hal ini dilakukan untuk memastikan agar hewan disembelih sesuai syariat Islam sehingga terjamin kehalalannya.

No comments:

Post a Comment